Rabu, 29 Mei 2013

LAPORAN AGROKLIMATOLOGI PENGAMATAN CUACA MIKRO 


LAPORAN AGROKLIMATOLOGI
PENGAMATAN CUACA MIKRO 

A. TUJUAN :
Melatih dan mengenalkan mahasiswa :
1.Menganal cara cara mengukur anasir cuaca pada kondisi ekosistem tertentu.
B. Dasar Teori
Cuaca adalah keadaan atmosfer di suatu tempat dan waktu tertentu. Sedangkan cuaca mikro adalah keadaan cuaca di sekitar tanaman dan hewan dalam radius 2 meter. Iklim mikro di kendalikan oleh iklim makro, selain itu juga dikendalikan oleh keadaan tanah, sifat fisik tanah, ( jenis fraksipenyusun, kandungan pori mikro dan makro, kandungan lengas tanah ) vegetasi yang ada, dan juga penutupan tanah dari sinar matahari langsung dan benda benda lain (bangunan dan bukit) yang semuanya disebut anasir cuaca.

C. Alat yang digunakan :
1. Thermohygrometer tanah
2. Luxmeter
3. Hand anemometer
4. Thermometer maksimun-minimum
D. Cara kerja :
1. pilih dua atau lebih tempat yang keadaannya berbeda, misalnya sawah, tegalan, kebun rumput, dll.
2. pada waktu yang bersamaan, pada masing masing tempat diamati suhu udara, kelembaban relative udara, kecepatan angin dan itensitas sinar matahari pada berbagai ketinggian. Juga suhu dan kelembaban relative tanag dengan kedalaman berbeda.
3. pengamatan pada tempat masing masing tersebut dilakukan pada setiap selang waktu tertentu.
4. Penggunaan alat pengamatan unsur cuaca harus terlindung sinar matahari secara langsung atau curah hujan, kecuali Luxmeter (Lighneter)
E. LAPORAN
Danau Rawapening adalah danau yang terjadi secara alamiah karena igir Payung Rong telah membendung Kali Tuntang sehingga menjadi bendungan dengan bentuk agak membulat karena terkait dengan proses geologi yang membentuknya. Kemudian bendungan ini disempurnakan oleh pemerintah Belanda dengan melakukan pembangunan dam pada tahun 1912 – 1916 dengan memanfaatkan Kali Tuntang sebagai satu-satunya pintu keluar.Danau ini kemudiaan diperluas pada tahun 1936 mencapai + 2.667 Ha pada musim penghujan dan pada akhir musim kemarau luas danau Rawapening mencapai + 1.650 Ha.
Danau Rawapening terletak pada Astronomi 704‘  LS - 7030‘ LS dan 1100  24‘46‘‘ BT – 110049‘06‘‘ BT, dan berada di ketinggian antara 455 – 465 meter di atas permukaan laut (dpl) serta dikelilingi oleh tiga Gunung: Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Letak Danau ini strategis karena berada di tepian jalan raya Nasional Semarang - Solo dan Semarang – Yogyakarta, serta berada di jalan antar Ambarawa – Kota Salatiga.
Secara administrasi Danau Rawapening berada di Kabupaten Semarang, dan daerah tangkapannya sebagian besar berada di Kabupaten Semarang serta hanya sebagian kecil berada  di  Kota  Salatiga  tepatnya  wilayah Kecamatan  Sidomukti  dan  Kecamatan Argomulyo  (lihat  peta  1).  Areal  danau  Rawapening  secara administratif  masuk  4
Kecamatan di Kabupaten Semarang yakni :
-    Sebelah Utara              : Kecamatan Bawen
-    Sebelah Selatan            : Kecamatan Banyubiru
-    Sebelah Timur              : Kecamatan Tuntang
-    Sebelah Barat              : Kecamatan Ambarawa
2. Iklim
Berdasarkan klasifikasi Oldeman, Danau Rawapening termasuk zone C, dan zone D, dan berdasarkan klasifikasi iklim Koppen beriklim Af sehingga klasifikasi iklimnya memiliki ciri sebagai iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Suhu rata-rata antara 25OC - 29OC serta kelembaman udara antara 70-90%.

3. Curah Hujan
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik Kabupaten Semarang, jumlah curah hujan pada tahun 2005 ada 133 hari, dengan curah hujan rata-rata 2.387 mm per tahun. Musim penghujan terjadi selama enam bulan (bulan basah) terjadi pada bulan November sampai dengan April, dan musim kemarau selama enam bulan (bulan kering) terjadi pada Mei sampai dengan Oktober dan puncak masa kekeringan terjadi antara bulan Agustus sampai dengan September.Lebih jelasnya lihat hydrograph curah hujan harian dua stasiun rata- rata tahun 2003 – 2007.
Mengacu kepada curah hujan, maka dapat diketahui bahwa pada musim penghujan terjadi debit banjir dan pada musim kemarau terjadi debit minimum atau terjadi defisit hingga mengalami kekeringan. Hal ini berakibat ketidak-sesuain pada pemenuhan kebutuhan air dan ketersediaan air dimana pada musim tertentu ketersediaan air berlebihan dan pada musim yang yang lain justru ketersediaan air tidak dapat mencukupi kebutuhan air.

Dalam 5 tahun terakhir, telah terjadi perubahan iklim, mengakibatkan semakin menurunnya banyak hari hujan dan curah hujan dan setiap daerah memiliki variasi yang tinggi. Misalnya di daerah hulu Danau Rawapening tepatnya di Kecamatan Jambu bila dibandingkan dengan rata-rata banyaknya curah hujan pada tahun 1975-2005 (210,50 mm), dibandingkan dengan rata-rata tahun 1998-2002 (352,30 mm). Hal yang sama terjadi di kawasan inti Danau Rawapening mengakibatkan pada musim kering, air danau semakin berkurang dan sebaliknya pada musim penghujan air danau berlebihan sehingga menimbulkan banjir. Salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim adalah semakin banyaknya lahan kritis atau lahan gundul di daerah hulu oleh adanya sistem penebangan yang dilakukan masyarakat maupun oleh PERHUTANI yang tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Luas lahan kritis yang ada disekitar danau Rawapening dapat dilihat dalam tabel berikut:
Dari data tersebut di atas pada tahun 2005 diketahui bahwa luas lahan sangat kritis dan kritis pada 4 Kecamatan yang ada di sekitar dan au Rawapening yaitu Kecamatan Getasan, Jambu, Ambarawa dan Kecamatan Banyubiru mencapai luas 4.237 ha. Meskipun usaha-usaha rehabilitasi hutan dan lahan terus dilakukan, namun dari hasil pengamatan lapangan (2008) memperlihatkan bahwa masalah kondisi lahan yang cenderung berpotensial menjadi lahan kritis diakibatkan oleh; (1) pemanfaatan lahan secara berlebihan karena peruntukan lahan adalah untuk tanaman semusim terutama untuk lahan – lahan yang berada di kemiringan lebih dari 30 %, (2) lahan tidak dimanfaatkan secara optimal sehingga terkesan lahan menjadi terlantar, dan (3) pengambilan bebatuan dari lahan untuk bahan bangunan. Sebagai contoh kondisi lahan yang ada di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan, permasalahan erosi di beberapa desa terutama pada saat musim hujan. Dari data dasar profil desa diketahui ada 3 jenis erosi yaitu; (1) erosi ringan atau erosi permukaan dan (2) erosi sedang atau erosi yang menyebabkan terjadinya alur-alur kecil dan (3) erosi berat. Daerah-daerah yang termasuk erosi berat adalah desa Candi.Desa Candi juga mengalami erosi sedang.Erosi ringan terjadi di desa Pasekan, desa Baran, desa Candi, desa Bandungan dan desa Kupang. Aliran air yang mengalir di permukaan akan mengganggu kesetabilan aliran air di bawah tanah. Hal ini apabila tidak ditangani secara baik akan memberikan dampak pada peningkatan jumlah sedimentasi yang akan masuk ke Danau Rawa Pening melalui sungai Torong, Panjang atau sungai Rengas. Hal yang sama juga terjadi di Kecamatan yang menjadi daerah hulu sehingga memerlukan penanganan.
4. Hidrologi
Kondisi hidrologi meliputi kondisi air permukaan dan air tanah.Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh topografi, vegetasi dan jumlah curah hujan.Berdasarkan topografi Danau Rawapening terletak di daerah yang rendah dan merupakan lembah yang dikelilingi oleh daerah yang tinggi (pegunungan dan perbukitan) serta terbendung di Kali Tuntang. Kondisi ini menyebabkan jumlah air di danau mengalami penambahan terus-menerus, sementara air yang keluar hanya sedikit. Namun penambahan air juga membawa material-material yang diendapkan di danau sehingga memberi sumbangan endapan.
Jenis tanah atau jenis endapan di danau adalah kedap air, sehingga danau mampu menampung air. Vegetasi yang ada disekeliling danau cukup banyak sehingga mam pu untuk menyimpan air dan mengeluarkannya melalui mata air-mata air yang mengalir ke danau melalui sungai dan mata air. Dengan demikian jumlah air di Danau Rawapening dipengaruhi langsung oleh banyaknya curah hujan, air tanah yang muncul sebagai mata air (spring) dan aliran permukaan (air sungai).Dan secara tidak langsung oleh kondisi topografi dan aktifitas manusia.Oleh karena sedimentasi terjadi secara terus-menerus, maka sejak tahun 1970 pada saat musim penghujan danau ini sering di landa banjir terutama di DAS Tuntang Hilir, yaitu di Kabupaten Demak dan Grobogan.

Aliran air sungai yang masuk ke Danau Rawapening berasal dari pemasukan air tanah yang terdapat di tempat yang lebih tinggi, yakni aliran influen dengan tipe konsekuen. Sungai-sungai yang mengalir ke Danau Rawapening terdiri dari:
(1)  Sub-DAS Galeh, terdiri dari Sungai Galeh dan Sungai Klegung
Sub DAS Galeh  melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Wirogomo, desa Kemambang, Desa Rowoboni, Desa Tegaron, desa Kebondowo, Desa Banyubiru dan desa Ngrapah) dan Kecamatan Jambu (Desa Bedono, Kelurahan, Brongkol, Rejosari dan Desa Banyukuning). Luas sub DAS Galeh mencapai 6.121 ha.
(2)  Sub-DAS Torong, yaitu Sungai Torong
Sub DAS Torong melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan (desa Ngampin, Panjang dan Pojoksari). Berdasarkan letaknya sub DAS Torong berada di sebelah barat danau Rawapening, dengan luas wilayah 2.687 ha. Sub DAS Torong juga melewati daerah Kecamatan Jambu (Desa Jambu, Gondoriyo, Kuwarasan, Kebondalem dan Genting). DAS Torong berada di sebelah barat danau Rawapening, dengan luas wilayah 2.687 ha.
(3)  Sub-DAS Panjang, terdiri dari Sungai Panjang dan Sungai Kupang
Sub DAS Panjang melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan (Kelurahan Bejalen, Desa Lodoyong, Kranggan, Pasekan, Baran, Jetis, Duren, Bandungan, Kenteng dan Candi). Berdasarkan letaknya sub DAS Panjang berada di sebelah utara danau Rawapening, dengan luas wilayah 4.893,24 ha.
(4)  Sub-DAS Legi, yaitu Sungai Legi
Sub DAS Legi melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Sepakung dan sebagian desa Rowoboni) yang wilayahnya memanjang dari bagian hulu di lereng gunung Telomoyo hingga bermuara ke danau Rawapening.
(5)  Sub-DAS Parat, yaitu Sungai Parat
Sub DAS Parat melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Gedong dan desa Kebumen), Kecamatan Tuntang (Desa Gedangan, Desa Kalibeji dan desa Rowosari). Sub DAS Parat  berada di sebelah selatan danau Rawapening, dengan luas wilayah 4.638,35 ha yang meliputi 16 desa   dari 3 Kecamatan (Banyubiru, Getasan dan Tuntang) Kabupaten Semarang. Sungai utamanya adalah sungai Parat dan sungai Muncul dengan mata air di punggung Gunung Merbabu dan Gunung Gajah Mungkur.
Kecamatan Getasan menjadi wilayah sub-DAS Parat yang wilayahnya meliputi Desa Kopeng, Polobogo, Manggihan, Getasan, Wates, Tolokan, Ngrawan, dan Desa Nogosaren.
(6)  Sub-DAS Sraten, yaitu Kali Sraten
Sub DAS Sraten hanya melewati daerah di Kecamatan Getasan, yaitu; Desa Batur, Tajuk, Jetak, Samirono, dan Desa Sumogawe.
(7)  Sub-DAS Rengas, terdiri dari Sungai Rengas dan Sungai Tukmodin
Sub DAS Rengas hanya melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan meliputi kelurahan Tambakboyo, Kelurahan Kupang dan desa Mlilir. Berdasarkan letaknya sub DAS Rengas berada di sebelah utara Danau Rawapening, dengan luas wilayah 1.751 ha.
(8)  Sub-DAS Kedung Ringin, yaitu Sungai Kedung Ringin
Sub DAS Kedungringin melewati daerah Kecamatan Tuntang (Desa Kesongo, Lopait dan Desa Tuntang).  Sub DAS Kedungringin berada di sebelah timur Danau Rawa Pening,  dengan  luas  catchment  area  774,86  ha.  Di  sub-sub  DAS  Kedungringin mengalir sungai Ngreco, Ndogbacin dan sungai Praguman, yang ketiganya bermuara di Danau Rawapening. Sub DAS Kedungringin merupakan sub DAS yang paling kecil, dengan mata air di sekitar Gunung Kendil.
(9)  Sub-DAS Ringis, yaitu Sungai Ringis
Sub DAS Ringis melewati daerah Kecamatan Tuntang tepatnya di Desa Jombor, Kesongo dan Desa Candirejo serta Kecamatan Sidorejo (Kelurahan Sidorejo, Blotongan), dan Kecamatan Argomulyo (Kelurahan Pulutan dan Mangunsari) Kota Salatiga. Sub DAS Ringis berada di sebelah timur Danau Rawapening luas catchment area  1.584,84  ha  yang  terdiri  dari  7  desa/Kelurahan  3  Kecamatan  (Tuntang Kabupaten Semarang, Sidomukti dan Sidorejo Kota Salatiga). Di sub-sub DAS Ringis mengalir Sungai Tengah dan Sungai Tapen, yang keduanya bermuara di danau Rawapening.
Aliran air yang keluar dari Danau Rawapening bermuara pada satu pintu, yakni Sungai Tuntang yang terletak dibagian timur laut Danau Rawapening.Hal ini terjadi karena bagian timur laut letaknya lebih rendah dan air mengalir terus ke Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan hingga laut Jawa.
5. Topografi dan Tata Guna Lahan
Topografi Danau Rawapening berbentuk tanah datar dan merupakan lembah yang dikelilingi oleh daerah yang tinggi (pegunungan dan perbukitan) serta terbendung di Kali Tuntang.Untuk daerah dataran tinggi (daerah hulu) mempunyai bentuk topografi bervariasi yaitu datar, agak bergelombang, bergelombang, berbukit, berbukit terjal, sampai pegunungan, karena berada di kaki gunung.
Di Kecamatan Getasan, sebagai salah kecamatan dalam kawasan Sub DAS Rawapening, dimana desa-desanya termasuk dalam kawasan berbagai sub DAS Parat dan Sub DAS Sraten, mempunyai karakteristik topografi bervariasi yaitu datar, agak bergelombang, bergelombang, berbukit, berbukit terjal, sampai pegunungan. Daerah topografi datar dengan kelerengan antara 0% -2%, berada di sekitar muara Sub-sub DAS Parat (berlokasi di sekitar Danau Rawapening). Kelerengan antara 8% - 25% terdapat di kaki Gunung Merbabu, kelerengan terjal yaitu lebih dari 45% terdapat di sekitar Gunung Gajah Mungkur. Sub-sub DAS Sraten mempunyai bentuk topografi yang relatif datar, dengan kelerengan antara 0 % -15 %. Kondisi tanah datar dengan kelerengan antara 0 – 8 % berada di sekitar danau Rawapening.Kelerengan antara 8 % - 15 % terdapat di kaki Gunung Merbabu.

6. Fungsi dan Manfaat Danau
Fungsi utama dari Danau Rawapening untuk menahan laju aliran air permukaan dan menampung aliran permukaan yang kemudiaan dimanfaatkan untuk berbagai kepentinganmasyarakat.
Hingga tahun 2009, Danau Rawapening dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, diantaranya:
(1) Supply air untk PLTA (Perusahaan Listrik Tenaga Air) Jelok dimana PLTA Jelok merupakan bagian dari interkoneksi listrik Jawa Bali.
(2) Irigasi  pertanian  bagi  sawah  di  Kabupaten  Semarang,  Kabupaten  Demak  dan
Kabupaten-Grobogan.
(3) Pengendali  banjir  daerah  hilir  terutama  di  Kabupaten  Demak  dan  Kabupaten
Grobogan.
(4) Kegiatan pariwisata yaitu untuk Wisata Air maupun Agro Wisata.
(5) Kegiatan perikanan darat baik perikanan alami maupun perikanan budidaya. (6) Penyedia air baku dan air untuk industri.
(7) Persawahan pasang surut. (8) Handicraft.
(9) Penambang gambut sebagai bahan dasar pupuk organik dan sarana budidaya jamur.

B.  KARAKTERISTIK DANAU
1. Keanekaragaman Hayati Danau
Enceng Gondok (eichhornia Erassipers (Mart.) Solms) merupakan jenis yang paling dominan (Kristyanto, 1978).Lebih lanjut populasi enceng gondok diperkirakan menutupi kira-kira 200 – 210 Ha (Soewardi, lihat Kristyanto, 1978).Pengamatan lapangan selintas, ditemukan bahwa populasi hidrila vercilata dan najas indica mendominasi daerah subpermukaan air. Kehadiran hidrila vercilata tidak hanya di danau Rawapening  tetapi juga di danau Poso, Sulawesi Tengah dan danau Oopa di Sulawesi-Tenggara(Mulyani,1988).
Jenis-jenis ikan yang pernah hidup dan berkembang di Rawapening sebanyak 17 jenis, terdiri dari : Anabas testudineus, Chela oxygastroides, Clarias batrachus, Ctenophraryngodon idella,  Helostoma temmincki, Monopterus albus,  Nemachilus fasciatus, Ophiocephalus striatus, Osteochilus hasselti, Panchax, Puntius binotatus, Puntius javanicus, Puntius orphiodes, Rasbora sp, Tilapia mossambica, Trichogaster pectoralis.  Trichogaster  trichopterus.  Jenis  yang  paling  dominan  adalah  ikan  nilem (Osteochlius  haselti)  yang  diperkirakan  jumlahnya  mencapai  43,7%,  dan  ikan  kutuk (Ophiocephalus striatus), sedangkan sisanya adalah jenis ikan lainnya.
Zooplankton yang ditemukan di Danau Rawa Pening pada tahun 1979 tediri dari 17 marga yang merupakan kelompok dari Cladocera, Copepoda, Ostracoda, dan Rofifera (Soetjipta, dkk, 1979). Pemantauan zooplankton pada tahun 1994 ditemukan 12 marga zooplankton.Contoh marga-marga tersebut adalah Aiona, Asplanchna, Brachionus, Cyclops, Cypris, Daphnia, Diaphanosoma, Filinia, Kelicottia, Keratella, Moina, dan Polyrthra(Sastrodihardjo/unpblished).
Fitoplankton di Danau Rawapening yang pernah diamati terdiri dari 173 individu fitoplankton yang termasuk dalam 38 jenis Desmidiaceae, 35 jenis Diatomae, 5 jenis ganggang biru hijau, 30 jenis Chlorococcales, dan 11 jenis lainnya (Timotius dkk, 1979). Selanjutnya Silalahi dkk (1989) menemukan 147 marga fitoplankton.Marga yang mendominasi pada waktu itu adalah Lyngbya, Melosira, dan Staurastrum.
C.  PERMASALAHAN EKOSISTEM DANAU
1. Kerusakan Daerah Tangkapan Air (DTA)
a.   Adanya penambangan galian golongan C yang tidak terkendali untuk mengambil galian andesit (berpengaruh negative terhadap lingkungan), dan bahan galian sirtu menjadi penyebab munculnya permasalahan tanah longsor,
b.   Tidak aman dan terganggunya kelestarian sumber air karena pengambilan air baku secara berlebihan oleh ‘pengusaha‘ di sumber atau mata air atau di hilir danau Rawapening yang tidak diimbangi dengan konservasi seperti di Kecamatan Jambu oleh ‘PDAM‘, pengambilan air di desa Kebumen, dan sungai Tuntang,
c.   Alih fungsi tanah untuk pemukiman dan pertanian yang tidak ramah lingkungan banyak terjadi di daerah lereng catchment area Rawapening seperti Kebumen, Tegaron dan Sepakung bagian atas,
d.   Tingkat kelerengan lahan yang curam (lebih dari 25 %) menjadi penyebab tingginya run off dan sulit untuk dihijaukan
e. Kondisi vegetasi penutup tanah lebih didominasi penggunaan lahan untuk tegalan/kebun sehingga berpotensi menjadi lahan kritis yang setiap tahunnya meningkat.
f.      Kerusakan hutan di  lokasi perkebunana perhutani yang belum  tertangani juga menjadi penyebab meluasnya lahan kritis,
g.   Masih belum seimbangnya antara upaya untuk melakukan rehabilitasi hutan dan lahan dengan luas lahan kritis yang harus ditangani. Hal ini terlihat masih banyak lahan gundul terutama gunung Telomoyo, gunung Kendil dan gunung Ungaran akibat terjadi kerusakan lahan sehingga menimbulkan tingkat  erosi yang tinggi dari daerah hulu, dan menghasilkan sedimentasi yang besar di daerah hilir (danau Rawapening), serta munculnya daerah dataran banjir,
h.   Tidak terpeliharanya bangunan-bangunan sipil teknis seperti dam, dan gully plat untuk menahan laju erosi yang masuh ke kawasan inti danau Rawapening,
i.    Belum adanya arah untuk melakukan pengelolaan wisata dengan memperhatikan kelestarian lingkungan,
j.    Semakin  tidak   terkendalinya  pemanfaatan  ruang  terbuka  untuk  kepentingan pengembangan wilayah/kota menyebabkan terjadinya penyimpitan daerah-daerah resapan air.
2. Kerusakan Sempadan
Tingginya  potensi  konflik  dari  para  pemanfaat  daerah  lahan  pasang  surut  secara berlebihan untuk kepentingan pertanian.
3. Pencemaran Perairan
a.  Eksploitasi   sumberdaya   alam   secara   maksimal,   menjadikan   daya   dukung lingkungan menurun dengan drastis seperti keadaan di badan air/inti Rawapening yang saat ini sudah nyaris menjadi daratan karena pendangkalan/sedimentasi yang sangat tinggi dan padatnya gulma air (terutama enceng gondok, ganggeng rante),
b.  Tingginya potensi konflik dari para pemanfaat potensi perairan Rawapening seperti :
•   Penggunakan  alat  tangkap  ikan  yang  tidak  sesuai  dengan  peraturan  yang berlaku.
•   Pola  pengambilan  enceng  gondok  yang  tidak  ramah  lingkungan  berdampak terhadap pendangkalan danau dan pemotongan batang enceng gondok yang
tidak memenuhi standar pemesanan mengakibatkan kinerja yang murah karena
apa yang dihasilkan tidak dapat dibayar.
c.  Terancamnya kelestarian volume, jumlah dan kualitas air danau Rawapening yang berdampak pada aktifitas perikanan, pengairan sawah di hilir, operasi PLTA,
d.  Tidak tegaknya  pengaturan air oleh pintu air (PLTA) Tuntang menimbulkan konflik antara petani lahan pasang surut rawa (kabupaten Semarang) dengan petani hilir (terutama kabupaten Grobogan); bagi petani rawa akan merasakan kesulitan air pada musim kemarau jika air dialirkan ke hilir dan akan kelebihan air pada musim penghujan kalau air tidak dialirkan ke bawah, yang mengakibatkan tanaman  tidak dapat hidup, dan  selanjutnya petani tidak  dapat panen. Begitu  sebaliknya bagi petani di hilir, jika musim kemarau pintu tidak dibuka maka petani hilir akan kekurangan air, sehingga mendorong terjadinya konflik.
e.  Penangkapan ikan secara liar (menggunakan alat strom dan racun) menimbulkan konflik antar nelayan di Rawapening, karena menurunya perolehan hasil tangkapan ikan rata-rata per hari menjadi 0 – 5 kg,
f.   Tidak ada pengaturan penambangan gambut yang berpihak kepada kepentingan masyarakat  di  Rawapening  menyebabkan  sebagian  besar  keuntungan  lebih
dinikmati oleh pengusaha,
g. Dangkalnya rawa menjadikan turunnya nilai jual potensi rawa untuk pariwisata, sementara wisata air sangat terbatas jumlahnya, hal ini mengakibatkan kerugian bagi jasa wisata yang menyewakan perahu dan makanan lainnya,
h. Sedimentasi yang terjadi di daerah inti danau mengakibatkan banjir di daerah sekelilingnya dan menggenangi terutama sawah pasang surut,
i.    Pengambilan air baku di Kanal Tuntang pada saat musim kemarau menimbulkan keresahan antara petani hilir dan petani di badan/inti air yang saat ini ke dua petani merasakan kekurangan air karena air rawa sudah menyurut di tambah pengambilan air oleh PDAM Kabupaten Semarang di Kanal Tuntang,
j.    Pada musim kemarau terjadi kekurangan air mengakibatkan kekhawatiran PLTA Jelok-Timo tidak dapat mengoperasikan turbin, sementara PLTA Jelok-Timo merupakan interkoneksi listrik untuk kepentingan Jawa-Bali,
k.  Adanya iuran air ke P3A, hal ini yang mendorong konflik antara anggota dengan pengurus, pengurus dengan pihak lain yang terkait apabila air tidak dapat memenuhi kebutuhan. Hal ini sering terjadi terutama pada saat musim kemarau di bagian hilir,
l.   Menurunnya kualitas air danau Rawapening karena berbagai aktifitas sepeti limbah rumah tangga, sisa-sisa makanan ikan, sisa-sisa aktifitas pertanian dan erosi,
m. Sarana dan prasarana yang ada belum sepenuhnya mendukung usaha pariwisata, n.  Manajemen usaha wisata kurang memperhatikan aspek pelestarian.

4. Permasalahan Kelembagaan dan Sumberdaya Manusia
(a) Kelembagaan Kawasan Rawapening
a.  Belum optimalnya kelembagaan yang ada sehingga belum ada pengelolaan air yang mantap, akibatnya setiap beneficieries bertindak bebas tanpa ada peraturan yang mengatur setiap aktivitas baik di daerah catchment area maupun inti danau Rawapening, yang cenderung menimbulkan konflik.
b. Belum dimilikinya grand desain sehingga arah action plan tidak jelas bagi dinas/instansi yang terkait, sehingga program-program yang dijalankan bersifat sektoral yang mengakibatkan overlapping program dan pemborosan,
(b) Permasalahan Sumberdaya Manusia
a.     Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada di kawasan Rawapening kurang ramah terhadap lingkungan mendorong meningkatnya suksesi Rawapening
b.    Pertumbuhan  dan  jumlah  penduduk  cenderung  meningkat  yang  diikuti  dengan meningkatnya kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan sehingga akan menambah daya dukung lingkungan, dan
c.     Semakin bertumbuh kembangnya industri yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, namun berdampak negatif terhadap meningkatnya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah maupun udara.
Pemerintah telah mengupayakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, namun upaya tersebut belum dapat menghasilkan sesuatu yang optimal. Hal ini perlu ada dukungan kerjasama yang baik antara berbagai para pemangku kepentingan yang ada serta di dukung dengan dana yang memadai. Di samping itu, pedoman penanganan kawasan Rawapening yang terpadu dan operasional yang telah disusun  dalam   bentuk   action  plan   hendaknya  dapat   menjadi  dokumen  resmi pemerintah daerah sehingga dapat menjadi acuan bagi pengelolaan kawasan Rawapening.
 Kesimulan :
Dapat kami simpulkan bahwa dari hasil pengamatan kami di daerah danau Rawa Pening . Danau ini kemudiaan diperluas pada tahun 1936 mencapai + 2.667 Ha pada musim penghujan dan pada akhir musim kemarau luas danau Rawa peningmencapai + 1.650Ha.Danau Rawa pening terletak pada Astronomi 704‘  LS - 7030‘ LS dan 1100  24‘46‘‘ BT – 110049‘06‘‘ BT, dan berada di ketinggian antara 455 – 465 meter di atas permukaan laut (dpl) serta dikelilingi oleh tiga Gunung: Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Letak Danau ini strategis karena berada di tepian jalan raya Nasional Semarang - Solo dan Semarang – Yogyakarta, serta berada di jalan antar Ambarawa – Kota Salatiga. Didaerah sekitar danau dimanfaatkan untuk budidaya ikan air tawar, sedangkan tumbuhan yang hidup di danau ini adalah tanaman eceng gondok, genjer dan kangkung air. Banyak sekali masyarakat daerah danau rawa pening memanfaat kan tanaman eceng gondok sebagai bahan kerajinan. Daerah topografi datar dengan kelerengan antara 0% -2%, berada di sekitar muara Sub-sub DAS Parat (berlokasi di sekitar Danau Rawapening). Kelerengan antara 8% - 25% terdapat di kaki Gunung Merbabu, kelerengan terjal yaitu lebih dari 45% terdapat di sekitar Gunung Gajah Mungkur. Sub-sub DAS Sraten mempunyai bentuk topografi yang relatif datar, dengan kelerengan antara 0 % -15 %. Kondisi tanah datar dengan kelerengan antara 0 – 8 % berada di sekitar danau Rawapening.Kelerengan antara 8 % - 15 % terdapat di kaki Gunung Merbabu. Dalam 5 tahun terakhir, telah terjadi perubahan iklim, mengakibatkan semakin menurunnya banyak hari hujan dan curah hujan dan setiap daerah memiliki variasi yang tinggi. Misalnya di daerah hulu Danau Rawapening tepatnya di Kecamatan Jambu bila dibandingkan dengan rata-rata banyaknya curah hujan pada tahun 1975-2005 (210,50 mm), dibandingkan dengan rata-rata tahun 1998-2002 (352,30 mm).

 DAFTAR PUSTAKA
 http://kang-arief.blogspot.com/2013/01/danau-rawa-pening.html
 http://www.pustakaskripsi.com/tema-skripsi/keadaan-geografis-rawa-pening

















Tidak ada komentar: